Senin, 05 Januari 2009

Teknologi Ramah Lingkungan Untuk Industri Pulp & Kertas

KEGIATAN utama dalam industri pulp dan kertas adalah proses pulping (proses pembuatan pulp) dan proses bleaching (proses pemutihan pulp). Saat ini sebagian besar teknologi pulping yang digunakan dalam industri pulp dan kertas di Indonesia adalah proses kraft atau proses sulfat yang memang merupakan proses paling banyak digunakan di seluruh dunia.

Proses kraft diakui mempunyai banyak segi positif, antara lain mampu mengolah semua jenis bahan baku dengan berbagai macam kualitas dan dapat menghasilkan pulp dengan kualitas yang sangat prima. Di lain pihak, proses konvensional ini juga mempunyai beberapa kelemahan, salah satunya adalah kontribusinya terhadap pencemaran lingkungan.

Tuntutan masyarakat akan teknologi bersih semakin meningkat, baik di tingkat nasional maupun internasional, tentu saja tidak bisa diakomodasi dengan menggunakan proses kraft. Bahkan, ada sinyalemen bahwa masyarakat internasional untuk tidak membeli pulp apabila dalam proses produksinya tidak menggunakan teknologi bersih.

Agar produksi pulp yang dihasilkan dapat diterima di pasar internasional, maka harus dilakukan usaha-usaha pencarian teknologi alternatif yang lebih aman terhadap lingkungan. Penelitian dan pengembangan teknologi dalam bidang pulp telah banyak dilakukan dengan tujuan menjawab permasalahan lingkungan yang ditimbulkan oleh industri ini, baik penelitian dalam teknologi pembuatan pulp maupun dalam teknologi pemutihan pulp.

Penemuan-penemuan dan inovasi teknologi tersebut sebagian sudah ada yang diterapkan dalam skala industri, sebagian masih dalam taraf uji coba untuk penyempurnaan dalam skala pilot project, dan sebagian lainnya masih dalam taraf penelitian dan pengembangan dalam skala laboratorium.

Teknologi "pulping"

Beberapa inovasi teknologi pulping telah ditemukan dan terbukti lebih aman terhadap lingkungan. Teknologi tersebut misalnya adalah modifikasi proses kraft konvensional, kombinasi beberapa proses konvensional (proses ASAM), penggunaan bahan kimia organik dalam proses pulping (proses organosolv), dan pemanfaatan mikroba dalam proses pulping (proses biopulping).

Pengembangan teknologi pulping pada saat ini bertujuan terutama untuk menghasilkan pulp dengan bilangan kappa rendah, sehingga dalam proses pemutihan pulp lebih aman terhadap pencemaran lingkungan. Di antara inovasi teknologi dalam proses pulping tersebut, ada dua jenis teknologi yang bisa dikatakan bersifat revolusif dan sangat aman terhadap lingkungan serta kemungkinan besar bisa memberikan harapan untuk diterapkan dalam skala pabrik di masa depan. Kedua jenis teknologi pulping tersebut adalah proses bio-pulping dan proses organosolv.

ASAM adalah singkatan dari alkaline-sulfite-antrhraquinone-methanol yang pada dasarnya merupakan modifikasi proses pulping konvensional. Proses ini kombinasi antara proses kraft dan proses sulfit. Penambahan metanol dan antrakuinon dalam proses ini akan mempercepat proses delignifikasi serta dapat mengurangi degradasi karbohidrat selama proses pulping sehingga rendemen pulp meningkat.

Dibandingkan dengan proses kraft konvensional, proses ASAM memiliki beberapa keunggulan, antara lain dapat mengolah semua jenis kayu, rendemen pulp yang dihasilkan lebih tinggi, pulp yang dihasilkan mudah diputihkan dan mempunyai sifat kekuatan yang prima, serta dapat mengurangi emisi gas sulfur yang terjadi pada proses konvensional.

Organosolv

Proses organosolv adalah proses pemisahan serat dengan menggunakan bahan kimia organik seperti misalnya metanol, etanol, aseton, asam asetat, dan lain-lain. Proses ini telah terbukti memberikan dampak yang baik bagi lingkungan dan sangat efisien dalam pemanfaatan sumber daya hutan.

Dengan menggunakan proses organosolv diharapkan permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh industri pulp dan kertas akan dapat diatasi. Hal ini karena proses organosolv memberikan beberapa keuntungan, antara lain yaitu rendemen pulp yang dihasilkan tinggi, daur ulang lindi hitam dapat dilakukan dengan mudah, tidak menggunakan unsur sulfur sehingga lebih aman terhadap lingkungan, dapat menghasilkan by-products (hasil sampingan) berupa lignin dan hemiselulosa dengan tingkat kemurnian tinggi. Ini secara ekonomis dapat mengurangi biaya produksi, dan dapat dioperasikan secara ekonomis pada kapasitas terpasang yang relatif kecil yaitu sekitar 200 ton pulp per hari.

Penelitian mengenai penggunaan bahan kimia organik sebagai bahan pemasak dalam proses pulping sebenarnya telah lama dilakukan. Ada berbagai macam jenis proses organosolv, namun yang telah berkembang pesat pada saat ini adalah proses alcell (alcohol cellulose) yaitu proses pulping dengan menggunakan bahan kimia pemasak alkohol, proses acetocell (menggunakan asam asetat), dan proses organocell (menggunakan metanol).

Proses alcell telah memasuki tahap pabrik percontohan di beberapa negara misalnya di Kanada dan Amerika Serikat, sedangkan proses acetocell mulai diterapkan dalam beberapa pabrik di Jerman pada tahun 1990-an. Proses alcell yang telah beroperasi dalam skala pabrik di New Brunswick (Kanada) terbukti mampu manghasilkan pulp dengan kekuatan setara pulp kraft, rendemen tinggi, dan sifat pendauran bahan kimia yang sangat baik.

Memanfaatkan jamur

Proses pulping konvensional baik dengan cara mekanis maupun cara kimia membutuhkan energi yang sangat tinggi. Di lain pihak, secara alami ada sejumlah mikroorganisme perusak kayu (dalam hal ini jamur) yang mampu mendegradasi lignin. Kemampuan jamur dalam mendegradasi lignin secara alami ini selanjutnya diteliti dan dikembangkan untuk dimanfaatkan sebagai agen dalam proses delignifikasi dalam teknologi pulping dan bleaching.

Teknologi ini selanjutnya disebut sebagai teknologi bio-pulping dan teknologi bio-bleaching. Dari sisi lingkungan, penemuan ini merupakan terobosan besar dalam teknologi pulping dan bleaching dan diharapkan mampu menjawab permasalahan lingkungan yang ditimbulkan oleh industri pulp dan kertas karena pemrosesannya tidak menggunakan bahan kimia.

Namun, bila dibandingkan dengan proses pulping secara kimia yang berlangsung pada suhu dan tekanan tinggi serta pH yang ekstrem, proses ini sangat lambat. Karena prosesnya lambat, maka aplikasi bio-pulping secara penuh belum bisa diterapkan dalam skala industri.

Saat ini aplikasi bio-pulping baru pada tahap pretreatment terhadap kayu yang akan dimasak, baik pada proses mekanis maupun proses kimia. Proses mekanis yang diberi perlakuan biologis disebut biomechanical pulping, sedangkan proses kimia yang diberi perlakuan biologis disebut biochemical
pulping
.

Beberapa penelitian melaporkan, dengan adanya fungal pretreatment konsumsi energi pada saat proses pulping menjadi berkurang. Perlakuan ini juga terbukti dapat menurunkan bilangan kappa serta dapat meningkatkan sifat bleachability pulp yang dihasilkan.

Pengembangan "bleaching"

Dalam pengembangan teknologi bleaching juga telah ditemukan beberapa metoda bleaching yang lebih aman terhadap lingkungan, antara lain teknologi bleaching dengan konsep ECF (elementally chlorine free) dan TCF (totally chlorine free) serta penerapan bio-bleaching.

Proses pemutihan bertujuan untuk menghilangkan sisa lignin yang masih terdapat dalam pulp. Apabila pada proses pemutihan digunakan khlorin, maka dari unit ini akan dihasilkan limbah cair yang mengandung chlorinated organic compounds yang diketahui sangat berbahaya terhadap lingkungan.

Untuk mengurangi hal tersebut, maka diperkenalkan konsep ECF (elementally chlorine free) dan TCF (totally chlorine free). Pada konsep ECF unsur khlor masih boleh digunakan, tetapi tidak dalam bentuk Cl2 melainkan dalam bentuk senyawa lain misalnya ClO2, sedangkan pada konsep TCF sama sekali tidak digunakan unsur khlor. Sebagai pengganti khlorin pada konsep TCF biasanya digunakan oksigen atau ozon.

Bio-bleaching adalah proses pemutihan pulp dengan memanfaatkan enzim dari mikroba. Mikroba yang digunakan untuk penelitian adalah kelompok white-rot fungi yang diketahui mempunyai kemampuan tinggi dalam mendegradasi lignin. Secara teoretis, teknologi ini sangat aman terhadap lingkungan karena tidak menggunakan bahan kimia.

Namun, dalam praktiknya proses bio-bleaching belum bisa diterapkan sepenuhnya karena teknologi ini baru digunakan sebagai fungal pretreatment terhadap pulp dalam proses pemutihan. Dalam fungal treatment ini digunakan dua jenis enzim, yaitu enzim hemiselulase (xylanase dan mannase) yang dapat meningkatkan bleachability pulp secara tidak langsung dan enzim lignase yang dapat mendegradasi lignin secara langsung pada pulp yang diputihkan.

Beberapa penelitian melaporkan, dengan adanya fungal treatment ternyata brightness (derajat putih) pulp bisa meningkat serta dapat menurunkan konsumsi bahan kimia secara signifikan dalam proses pemutihan pulp.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ada Ide?